Our Community

Our Community
Forum Lingkar Pena Depok

Our Event

Our Event
Depok Dalam Puisi

Our Training Program

Our Training Program
BATRE

Our Family

Our Family
Want to be one of us?

Mau Daftar? Klik Gambar Ini!

Tokoh Sebagai Landasan Cerita

Senin, 12 April 2010

Oleh Denny Prabowo Dikutip dari buku Dari Mana Datangnya Ide (Balai Pustaka, 2010) Tokoh merupan sentral dari penceritaan. Dari konflik yang muncul akibat aktivitas tokohlah, sebuah plot akan terjalin menjadi sebuah cerita. Kita dapat memulai sebuah cerita dengan menciptakan seorang tokoh. Berilah gambaran singkat latar belakang kehidupan serta kebiasaan-kebiasaan dari si tokoh, dari sini kita bisa mendapatkan sebuah plot cerita. Misalnya saja, seorang pemusik cafe yang memiliki kebiasaan terlambat. Kira-kira, plot apa yang akan kita dapatkan? Suatu kali si pemusik terlambat bangun, padahal beberapa jam lagi dia sudah harus berada di tempat kerjanya, sebuah cafe. Untuk sampai tepat waktu, maka pemusik itu memacu sepeda motornya dengan kecepatan tinggi dan mengalami sebuah kecelakaan yang mengakibatkan tangannya harus diamputasi, padahal dengan tangan itu dia me­lakukan pekerjaannya sebegai seorang pemusik. Dari sini kita akan mendapatkan konflik yang cukup kuat. Idrus membuka novel Aki dengan penggambaran karakter tokoh utamanya, Aki. Perhatikan kutipan berikut: Aki umurnya 29 tahun, tapi kelihatan seperti ia sudah berumur 42 tahun. Hal semacam ini sering kita jumpai pada orang laki-laki yang waktu mudanya dihabiskan dengan perempuan jahat. Tapi tidak demikian halnya dengan Aki. Penyakit menimpanya sejak sudah lama juga dan tiba-tiba ia sudah seperti orang tua. Kalau ia berjalan, kedua kakinya membengkok di pertengahan dan merupakan satu nol besar, seakan-akan badannya yang kurus-kering itu masih juga keberatan bagi kedua kakinya. Punggungnya sudah bongkok dan jika ia ke­betulan tidak pakai baju, kelihatan tulang punggung itu membikin sudut 165 derajat. Tidak, Aki sendiri sudah merasa. Lama-lama begitu tentu tidak mungkin. Tiada berapa lama lagi tali yang sudah genting itu tentu akan putus. (Idrus, 2005: 1) Penggambaran karakter tokoh Aki di atas menjadi landasan terjalinnya peristiwa demi peristiwa yang tentunya merupakan akibat dari kondisi tokoh Aki. Dikisahkan dalam novel itu, Aki yang menderita penyakit paru-paru, meramalkan kematiannya sendiri yang akan terjadi satu tahun lagi. Ternyata untuk menulis cerita, yang kita butuhkan hanya seorang tokoh yang kuat. Bahkan kebiasaan positif dari tokoh cerita pun berpotensi menimbulkan sebuah konflik seperti pada cerpen “Pencuri” karya Putu Wijaya. Kebaikan tokoh “dia” dalam cerita itu, justru menimbulkan sebuah konflik di lingkungan mereka. Berdasarkan konflik itulah sebuah plot cerita tersusun dengan apik. Tetangga saya orangnya terkenal baik. Suka menolong orang. Selalu memaafkan. Apa saja yang kita lakukan terhadapnya, ia dapat mengerti dengan hati yang lapang, bijaksana, dan jiwa yang besar. Setiap kali ia mengambil putusan, saya selalu tercengang karena ia dapat melakukan itu dengan kepala yang kering, artinya sama sekali tidak ketetesan emosi. Tidak hanya terhadap persoalan yang menyangkut orang lain, untuk setiap persoalan pribadinya pun ia selalu bertindak sabar dan adil. Banyak orang menganggapnya sebagai orang yang berhati agung. Tetapi karena tiba-tiba menjadi simbol kebijaksanaan, karena telah dinobatkan menjadi orang baik, hidupnya jadi susah. Setiap ada kabar ia dapat rejeki misalnya, pasti sudah ada orang datang mengaku sedang kesusahan dan pinjam uang—yang pada akhirnya tidak dikembalikan. (Wijaya, 2005: 105) Satu hal yang paling penting dalam penciptaan tokoh, pengarang harus tahu segalanya tentang si tokoh. Pengarang adalah orang yang paling tahu luar dalam tokoh. Maka dari itulah disarankan untuk membuat biodata imajinatif tokoh. Mulailah menyusun pertanyaan tentang si tokoh: Nama? Umur? Tempat tanggal lahir? Alamat? Pekerjaan? Ciri-ciri fisik? Pakaian? Kekuatan? Kelemahan? Obsesi? Ambisi? Kebiasaan kerja? Hobi? Penyakit? Keluarga? Orang tua? Anak? Saudara kandung? Teman-teman? Binatang peliharaan? Politik? Hal yang mengesalkan dirinya? Obat-obatan yang biasa diminum? Pengalaman favorit? Buku, film, musik favorit? Hasrat? Rasa takut? Pengalaman yang menimbulkan trauma? Pengalaman yang paling menyenangkan? Perjuangan masa lalu dan sekarang? Jawablah satu persatu dan tambahkan lagi jika dirasa masih kurang. Jika kita sudah menjawab semua pertanyaan di atas, akan muncul seorang tokoh baru yang siap kita hidupkan dalam dunia imajinasi kita. Meskipun kita tidak punya cerita saat membuat tokoh tersebut, setelah menuliskan semua, satu cerita tentang si tokoh akan muncul dengan sendirinya. Bukankah segala sesuatu yang menjadi identitas si tokoh ada sebab akibatnya. Dari sana akan muncul konflik. Dari konflik hadirlah sebuah cerita yang bisa kita selesaikan. Setelah kita tahu cukup banyak tentang si tokoh, cobalah hadirkan ia secara nyata. Gambarkan ia dalam kehidupan nyata. Bisa jadi tokoh fiktif tersebut adalah sosok yang selama ini kita impikan. Tokoh yang kuat meskipun fiktif bisa dikenang sepanjang masa oleh para pembacanya. Hamzah Puadi Ilyas dalam cerpen “Anak Iblis”, memulai cerpennya dengan penggambaran tokoh yang sangat menarik. Dari gambaran tokoh tersebut, segera terbayang, konflik apa yang akan disuguhkan oleh penulis. Baca Cerpen ANAK IBLIS Daftar Pustaka Idrus. 2005. Aki. Jakarta: Bali Pustaka Wijaya, Putu. 1995. Protes. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

0 komentar:

Posting Komentar

Video Pelatihan