Our Community

Our Community
Forum Lingkar Pena Depok

Our Event

Our Event
Depok Dalam Puisi

Our Training Program

Our Training Program
BATRE

Our Family

Our Family
Want to be one of us?

Mau Daftar? Klik Gambar Ini!

Dialektika Makna Teks dalam Cerpan Mengejar Kupu-kupu

Jumat, 20 Agustus 2010

Esai Denny Prabowo Dimuat di Sabili Dunia anak-anak adalah dunia kertas putih. Dunia kepolosan dan kejujuran. Lingkungan akan menjadi tinta yang menorehkan apa saja di atasnya. Lingkungan yang paling dekat adalah keluarga. Maka keluarga akan sangat menentukan dengan tinta warna apa sebuah kata dituliskan di lembaran kehidupan seorang anak. Anak adalah gelas yang haus air pengetahuan. Cerpen Mengejar Kupu-kupu karya Nurhadiansyah merespon sebuah potret kehidupan seorang anak bernama Aryani dalam sebuah keluarga. Kesibukan membaca koran dan menonton televisi rupanya telah mengalahkan gairah orang tua menungkan air pengetahuan ke dalam gelas (anak) mereka, seperti yang dituturkan dalam paragraf pembuka yang langsung mengantarkan pembaca pada suasana dingin dari sebuah hubungan keluarga. Paragraf yang menggabungkan latar waktu dan tempat, juga peristiwa, disajikan dengan sangat puitis.
Usia pagi masih belia. Matahari baru saja merangkak dari balik ranting-ranting pepohonan. Mega-mega bersepuh susu berarak lambat melintasi cakrawala. Terlihat Aryani berlari-lari kecil mengejar kupu-kupu di halaman rumah yang rumputnya sangat terpelihara. Papanya sedang duduk di beranda membaca koran. Mamanya sedang berada di dalam kamar menonton televisi.
Kupu-kupu bersayap biru yang hadir begitu saja, tanpa permisi, di luar jendela kamarnya, mengusik rasa ingin tahu Aryani, membuat gadis kecil itu melupakan keasyikannya bermain boneka. Mengejar kupu-kupu hingga ke halaman rumah, sebelum kupu-kupu itu membawanya ke depan pintu pagar rumah. Aryani masih sempat menoleh ke arah mamanya yang masih asyik menonton televisi di dalam kamarnya, dan ayahnya yang masih asyik membaca koran di beranda rumah—sebuah peristiwa sederahana yang agaknya tidak terlalu menarik untuk nikmati. Menurut seorang filosof Prancis, Paul Ricouer, makna bahasa selalu bersifat ganda. Makna yang muncul dari dalam hubungan-hubungan yang ada di dalam teks, dinamakan makna teks. Dan makna yang lahir dari hubungan antara teks dengan dunia di luar teks, dinamakan referensi. Dalam prakteknya, dialektika makna teks dan referensi bisa pula dikatakan dialektika makna teks dan peristiwa. Dalam bahasa yang lebih populer, makna teks sangat dekat dengan sifat puitis, sedangkan apa yang dinamakan peristiwa lebih dekat dengan sifat prosais—Saya katakan “sifat” sebab belakangan nyaris sulit dibedakan antar puisi yang prosais dengan prosa yang puitis. Cerpen Mengejar Kupu-kupu tidak bermain pada peristiwa, tetapi lebih menekankan pada kekuatan makna. Kupu-kupu yang digambarkan pengarang dalam cerpen ini tidak bisa dipahami hanya sekedar hewan yang bisa terbang dan memiliki warna indah. Pemahaman semacam itu akan menyebabkan cerpen ini kehilangan makna yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh penulisnya. Oleh sebab itu, untuk memahami makna kupu-kupu yang ada dalam cerpen Mengejar Kupu-kupu hanya mungkin dilakukan dengan membaca teks. Dari pemaparan di paragraf awal cerita semestinya kita sudah bisa memahami makna dari kupu-kupu yang dikejar oleh tokoh Aryani.
Papanya sedang duduk di beranda membaca koran. Mamanya sedang berada di dalam kamar menonton televisi. Lalu di mana Aryani ketika itu? ...ia sedang asik bermain boneka sendirian di dalam kamar. Ketika ia melihat kupu-kupu itu, ia langsung berseru,”Kupu-kupu! Kupu-kupu!”, dan ia langsung mengejar. Boneka yang saat itu berada di genggamannya langsung ia lemparkan begitu saja ke atas tempat tidur. Kedua orangtuanya tak ada yang tahu, kalau anaknya telah meninggalkan rumah, mengejar kupu-kupu bersayap biru.
Maka, jelaslah bahwa makna dari kupu-kupu yang sesungguhnya adalah keinginan atau harapan atau impian dari tokoh Aryani akan dekap hangat kedua orantuanya. Sayangnya makna teks yang telah berbicara banyak pada pembacanya dirasa belum cukup oleh penulisnya, sehingga penulis merasa perlu menjelaskan secara verbal lewat dialog salah seorang tokoh yang diucapkan ketika tokoh itu terheran-heran melihat seorang anak kecil berlari-lari seperti mengejar sesuatu, “Barangkali ia mengejar mimpi.” Karena tak ada seorang pun yang melihat kupu-kupu yang dikejar oleh Aryani. Apakah kupu-kupu selalu bermakna harapan atau keinginan atau impian? Dalam cerpen Ada Kupu-kupu, Ada Tamu karya Seno Gumira Ajidarma, kupu-kupu tidak digunakan sebagai metafora dari harapan atau keinginan atau impian, tetapi sebuah pertanda akan datangnya ‘tamu’ yang dalam cerpen itu digambarkan sebagai malaikat maut atau ajal. Makna dari kupu-kupu bisa berbeda-beda tergantung pada pemaparan dalam teks. Setelah pengejarannya, yang sampai membuat kekacauan lalu lintas itu, akhirnya kupu-kupu itu berhenti, sekuat tenaga Aryani melompat. Hap! Aryani berhasil. Kupu-kupu itu kini sudah berada di dalam genggamannya. Karena takut terlepas, Aryani menguatkan genggamannya.
Aryani membuka telapak tangannya dengan sangat hati-hati. Dan tampaklah seekor kupu-kupu yang mengerikan. Sayapnya yang biru itu kini rusak dan patah-patah. Tubuhnya gepeng dan mengeluarkan cairan entah apa. “Hiii...” Aryani membuang kupu-kupu itu dengan perasaan jijik. Tetapi, kupu-kupu itu tak dapat terlepas dari telapak tangannya. Kupu-kupu itu menjadi lengket, merekat, semakin merekat. Aryani merasakan kupu-kupu itu merasuk ke dalam tubuhnya. Tiba-tiba tubuh Aryani mengeluarkan sinar. Putih. Amat putih. Menyilaukan. Setelah itu, sinar itu menghilang dan Aryani berubah menjelma seekor kupu-kupu.
Aryani yang telah bermetamorfosa menjadi kupu-kupu terbang ke rumah sambil menangis. Ketika sampai di depan rumahnya, Ia melihat Ayahnya masih membaca koran di beranda. Mamanya masih asik menonton televisi di dalam kamarnya. Aryani sang kupu-kupu menangis. Kedua orang tuanya tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya sudah berubah menjelma seekor kupu-kupu. Adegan-adegan di atas seperti menjelaskan mengapa harus kupu-kupu yang dipakai untuk menganalogikan keinginan atau harapan atau impian Aryani. Kupu-kupu memiliki sayap yang rapuh. Rasanya itu cukup menggambarkan betapa rapuh impian seorang Aryani, serapuh sayap kupu-kupu. Karena setelah dia berhasil meraih kupu-kupu bukannya kebahagiaan yang dia dapati, melainkan kesedihan karena dirinya menjelma menjadi kupu-kupu. Cerpen ini ditutup dengan ending yang sungguh tidak terduga yang sekaligus menjadi kekuatan utama dari cerpen ini. Sebuah teknik penyelesaian yang menimbulkan berbagai penafsiran, mengingatkan saya pada cerpen Karnaval karya Seno Gumira Ajidarma dalam buku Iblis tak Pernah Mati Rumah Cahaya, 30 Maret 2006

0 komentar:

Posting Komentar

Video Pelatihan