Our Community

Our Community
Forum Lingkar Pena Depok

Our Event

Our Event
Depok Dalam Puisi

Our Training Program

Our Training Program
BATRE

Our Family

Our Family
Want to be one of us?

Mau Daftar? Klik Gambar Ini!

Gerakan FLP: Dari Reading Society Menuju Wriring Society

Rabu, 08 Juni 2011

Esai Trimanto Dimuat di Sabili, Edisi ... Forum Lingkar Pena (FLP) adalah organisasi kepenulisan dan pengkaderan penulis yang didirikan ada tanggal 22 Februari 1997 dan berasaskan Islam. Salah satu misi dari organisasi ini adalah meningkatkan budaya membaca dan menulis di kalangan masyarakat. Dalam kurun waktu satu dasawarsa lebih, FLP telah menyebar luas ke seluruh wilayah di Nusantara, hampir tiap kabupaten/kota telah berdiri FLP Cabang. Bahkan, FLP juga telah menyebar dan berkembang hingga ke mancanegara. Kehadiran FLP disambut positif oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan. Secara berkala, FLP mengadakan perekrutan anggota tiap enam bulan sekali. Selain melatih dan mengkader anggota baru untuk menjadi penulis, yang lebih penting dan lebih utama adalah mengajak mereka untuk gemar membaca. Karena untuk menjadi penulis yang baik adalah tentu menjadi pembaca yang baik. Membaca boleh dikata menjadi fardhu’ain bagi seorang penulis. Buku adalah sumber ide, buku adalah sumber inspirasi. Menulis tanpa membaca; karyanya akan kering, sempit, tidak kaya, kuno. Sedangkan membaca tanpa menulis; pikiran tidak berkembang, yang dibaca mudah lupa/hilang, sulit mengendap, tidak akan sampai kepada orang lain. Dengan adanya perekrutan tersebut, FLP mengajak kepada para anggota untuk menjadikan membaca sebagai sebuah culture. Apalagi dalam Islam ada perintah “iqra”, yang seharusnya menjadi amalan sehari-hari bagi para pemeluknya. Lebih dari itu, menjadikan membaca sebagai sebuah kebutuhan. Atau dengan kata lain, mengajak kepada para anggota untuk mencintai buku. Tidak hanya fokus ke internal (anggota) saja, FLP juga melakukan gerakan secara intens ke eksternal (non-anggota). FLP telah melakukan berbagai kegiatan yang mendorong masyarakat luas agar gemar membaca, seperti launching buku, bedah buku, diskusi sastra, lomba menulis, mendirikan rumah baca, menyumbang buku dan sebagainya. Dengan berbagai kegiatan tersebut, diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca semakin meningkat. Membangun kesadaran membaca di kalangan masyarakat sangatlah signifikan. Karena pada kenyataannya minat baca di kalangan masyarakat masih minim. Padahal buku sudah semakin banyak dan murah, perpustakaan ada di hampir tiap kabupaten, rumah baca menjamur. Melihat kenyataan inilah, FLP merasa tergerak untuk ikut serta menggalakkan minat baca masyarakat. FLP sadar sepenuhnya bahwa tanggung jawab tersebut bukan semata-mata tugas pemerintah saja, tapi setiap elemen masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama. Bahkan, setiap individu diharapkan menjadi pelopor gerakan membaca ini paling tidak dalam lingkup keluarga. Anggota FLP yang sudah memiliki budaya membaca juga diharapkan dapat menularkannya kepada orang lain; kepada teman, sahabat, suami-istri, tetangga, murid; atau paling tidak kepada keluarganya sendiri. Jika para individu-individu tersebut sudah memiliki budaya membaca yang tinggi, maka untuk mewujudkan reading society tidaklah sulit. Peran keluarga justru sangat penting dan sentral. Budaya membaca memang harus dimulai dari keluarga. Salah satu langkah awal yang bisa dilakukan adalah pembiasaan oleh orang tua. Kurangnya minat baca orang tua akan berpengaruh pada kurangnya minat baca anak. Oleh karena itu, pembiasaan membaca seyogyanya dimulai dari lingkungan pertama anak, yaitu rumah. Jika di rumah terdapat sebuah perpustakaan, meskipun kecil, hal ini bisa mendorong anak untuk gemar membaca. Atau dengan cara lain, seperti berlangganan majalah anak. Permasalahannya adalah banyak dari para orang tua yang tidak memiliki kesadaran akan hal tersebut. Selanjutnya, sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi yang merupakan ujung tombak dalam bidang pendidikan belum bisa menjalankan fungsi dan perannya dalam menumbuhkan minat baca siswanya dengan baik. Kondisi perpustakaan masih belum memenuhi standar. Perpustakaan belum sepenuhnya berfungsi disana. Jumlah buku-buku perpustakaan jauh dari mencukupi kebutuhan tuntutan membaca sebagai basis pendidikan serta peralatan dan tenaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Padahal, perpustakaan sekolah atau kampus merupakan sumber membaca dan belajar yang sangat vital bagi murid dan mahasiswa. Terbukti, perpustakaan sekolah maupun kampus sering sepi pengunjung. Hal ini bisa disebabkan oleh masih terbatasnya koleksi buku yang ada, manajemen pengelolaannya yang belum profesional, bukunya sudah kuno dan usang atau memang image bahwa perpustakaan adalah tempat yang kurang menarik untuk dikunjungi. Jika kita cermati, di setiap kabupaten/kota biasanya telah memiliki perpustakaan daerah. Ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa lewat membaca. Tapi pada kenyataannya, perpustakaan daerah ini juga lagi-lagi masih sepi pengunjung. Penyebabnya bisa jadi sebagian masyarakat memang belum tahu keberadaan perpustakaan tersebut. Atau masih ada yang menganggap bahwa pergi ke perpustakaan hanyalah untuk orang-orang tertentu saja. Pada masyarakat golongan bawah, mungkin saja merasa malu atau minder untuk pergi ke perpustakaan. Dari berbagai kenyataan di atas, FLP berusaha membangun sebuah gerakan “penyadaran”. Inilah hal pokok yang harus dibangun dan ditumbuhkan. Kesadaran adalah ibarat pondasi, tanpa kesadaran reading society yang kita idam-idamkan akan sulit tercapai. Jika reading society ini sudah tercapai, tahapan berikutnya adalah membangun writing society. Ketika reading society sudah menjadi habitual action, maka menciptakan writing society tidaklah terlalu sulit. Pengetahuan yang sudah dibaca dan diserap tidak boleh hanya disimpan untuk sendiri saja, akan tetapi disampaikan lagi kepada orang lain. Karena kewajiban bagi orang yang punya ilmu adalah mengamalkan ilmunya. Salah satu cara mengamalkan ilmu tersebut adalah dengan menulis. Mengapa harus menulis? Menulis biasanya menggunakan media, baik media cetak maupun online, sehingga cakupannya akan lebih luas bila dibanding hanya dengan ceramah atau berbicara kepada orang tertentu saja. Demikian pula, tulisan akan lebih mudah diterima dan diserap serta tidak terkesan menggurui bila dikemas secara apik dan menarik. Lebih dari itu, para ulama terdahulu juga telah mencontohkan kepada kita bahwa selain dakwah bil hal, mereka juga melakukan dakwah bil qalam, terbukti mereka mampu mengarang hingga ratusan buku/kitab. Pada zaman sekarang ini, media untuk menulis sangatlah banyak dan beragam. Apalagi ditambah munculnya berbagai situs jejaring sosial yang begitu digandrungi oleh banyak orang. Situs jejaring sosial merupakan space baru sebagai lahan untuk menulis, disamping blog atau milis yang lebih dulu hadir. Situs jejaring sosial juga bisa dimanfaatkan oleh terutama bagi para penulis pemula untuk berlatih menulis dan mengekspresikan ide maupun gagasannya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, FLP berperan sebagai motivator dan penyeru; yang terus-menerus mendorong para anggotanya khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk aktif menulis. Selain itu, FLP juga melakukan aksi nyata demi terwujudnya writing society melalui berbagai kegiatan, seperti lomba menulis, sayembara, roadshow ke sekolah/pesantren, hingga kegiatan FLP for Kids dan lain sebagainya. Demikianlah, tugas untuk mengajak masyarakat Indonesia agar gemar menulis dan membaca bukan hanya tugas pemerintah, guru atau dosen saja, tapi juga tugas kita semua. FLP sedikit-banyak telah mengambil peran itu. Dan sudah sepatutnyalah kita mengapreasisi dan memberikan penghargaan atas upaya yang telah dilakukan FLP selama ini. Wallahu a’lam bish-shawab.

0 komentar:

Posting Komentar

Video Pelatihan