Our Community

Our Community
Forum Lingkar Pena Depok

Our Event

Our Event
Depok Dalam Puisi

Our Training Program

Our Training Program
BATRE

Our Family

Our Family
Want to be one of us?

Mau Daftar? Klik Gambar Ini!

Penutup Cerita

Rabu, 24 November 2010

Oleh Hafi Zha & Denny Prabowo Thomas Fuller mengatakan, “Menulis pembuka adalah keahlian yang hebat, tetapi yang lebih hebat lagi adalah menulis penutup.” Kebanyakan pengarang pasti setuju, menutup cerita jauh lebih sulit dari membukanya. Hal ini disebabkan dalam pembuka kita masih belum tahu apa yang harus cocok dengan cerita, sehingga semuanya tampak bisa diterima. Namun dalam penutup, segala sesuatunya haruslah pas dengan kebutuhan cerita, semua hal harus saling berkaitan. Sekar Ayu Asmara, dalam sebuah diskusi mengatakan, “Saya tak pernah stuck dalam menulis cerita, sebab sejak awal saya telah menemukan endingnya.” Pernyataan ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh, David Lodge dalam The Art of Novel, “Bisa dikatakan bahwa cerpen pada hakikatnya haruslah ‘mengarah pada penutupnya’. Oleh karena itu, kita mulai menulis cerpen dengan harapan akan segera sampai pada penyelesaiannya.” Baik dalam menulis novel maupun cerpen, ketika cerita Anda telah sampai pada penyelesaian masalah, segeralah akhiri cerita itu. Atau apabila Anda tidak menemukan penyelesaian, maka tutuplah cerita Anda saat semuanya sudah menjadi jelas. Ada beberapa cara yang bisa Anda pilih dalam menutup cerita: 1. Penutup yang Mengejutkan
Aryani kini sudah berada di depan rumahnya. Ia melihat Ayahnya masih membaca koran di beranda. Mamanya masih asik menonton televisi di dalam kamarnya. Aryani menangis. Kedua orang tuanya tidak ada yang mengetahui bahwa anak gadisnya itu sudah menjelma seekor kupu-kupu. Dengan perasaan terluka ia memasuki halaman rumahna dan terbang menghampiri jendela kamarnya. Tetapi, di dalam kamarnya ia melihat dirinya sedang bermain boneka yang tiba-tiba saja langsung menatap ke arahnya. Ia melihat dirinya menunjuk-nunjuk ke arahnya, sambil berteriak. “Kupu-kupu! Kupu-kupu!” (Mengejar Kupu-kupu karya Noor H. Dee)
Cerita ini ditutup dengan sebuah kejutan bagi pembacanya. Ariyani yang telah menjelma kupu-kupu ternyata melihat dirinya masih berada dalam kamarnya. Lalu apakah yang sebenarnya terjadi dan siapakah yang asli, ataukah hanya sebuah fantasi? Kita terkejut dan penasaran dengan penutup cerita ini. Kelebihan teknik ini adalah jalinan cerita sebelum penutup akan terasa lebih kuat dengan ending kejutan seperti ini. Kita akan berpikir dan memutar balik otak kita untuk mencerna lebih seksama cerita yang disajikan. 2. Penutup yang Memperdaya
Gadis berkepang dua itu berhanti. Matanya yang tajam menembus malam. “Jadi kamu mau bilang kenapa kamu pengin jadi tentara? “Iya, tapi aku harus membisikkannya di telingamu.” Sukab mendekatri Ratri dan membisikkan sesuatu. Hanya Ratri yang tahu, kenapa Sukab ingin jadi tentara. (Sukab ingin Jadi Tentara karya Seno Gumira Ajidarma)
Sejak dari awal cerita, cerpen ini membangun rasa ingin tahu pembaca, akan motivasi dari tokoh Sukab yang ingin menjadi tentara. Sepanjang cerpen ini, pembaca diajak menduga-duga mengapa Sukab yang meski ditentang oleh ayahnya, tetap ngotot mau jadi tentara. Kengototan Sukab itu membuat orang-orang terdekatnya bertanya-tanya, termasuk Ratri, kekasihnya. Setelah didesak oleh Ratri dan diancap akan diputus cintanya, Sukab pun mengungkapkan motivasinya kepada tokoh Ratri. Dan cerpen ini ditutup dengan kalimat yang ‘memperdaya’ pembaca: Hanya Ratri yang tahu, kenapa Sukab ingin jadi tentara. Mungkin pembaca akan merasa ‘dikerjai’, tapi percayalah, pembaca akan terus mengingat kalimat penutup itu. 3. Penutup yang Merangkum
Tidak berapa lama kemudian, seorang pejuang yang tidak berprasangka apapun, yang menyukainya karena ketabahannya, dan yang kemudian mencintainya apa adanya, menikahinya dan menjadikannya seorang wanita terhormat. (Mademoiselle Fifi karya Guy de Maupassant)
Cerita ini berkisah tentang seorang pelacur yang tidak tahan saat dipermalukan oleh seorang tentara Prusia. Dia menikamnya hingga tentara itu mati, lalu kabur dan menyembunyikan diri. Seluruh peersitiwa ini disajikan dengan dramatis, tetapi akhir cerita dirangkum seperti di atas. Peristiwa dramatis utama memakan waktu beberapa jam, jadi akhir cerita ini dibuat narasi dalam bentuk rangkuman. Dalam kasus seperti ini, strategi ini lebih baik daripada terus bercerita bertele-tele. Namun, sebuah rangkuman cenderung menyebabkan cerita menjadi mirip dongeng. Banyak film yang menggunakan teknik ini, sebagai cara untuk keluar dari bingkai peristiwa yang diceritakan dalam film, tanpa harus bertele-tele dan memperlambat film itu sendiri sehingga teknik ini tampak sudah sangat kita kenal dengan baik. Namun, karena sudah jarang digunakan dalam fiksi, penutup rangkuman bisa menjadi salah satu pilihan yang baik. 4. Penutup yang Terbuka
Perempuan itu masih berdiri di muka jendela kamarnya. Menatap kegelapan di luar sana. Seperti berharap malam tak segera berlalu, dan hari urung berganti pagi. Cakrawala masih menyisakan warna senja yang begitu tua. Sesaat lagi kelambu malam siap dibentangkan. Dia pasti datang! Begitu hati Tambuli menengahi keresahannya. Lelaki itu sudah berjanji akan menjemputnya. Dia tak mungkin dua kali menuangkan muntah ke dalam guci berisi air yang telah dicampur gula putih dan gula merah itu, untuk menunda prosesi pengesahan pernikahannya dengan lelaki tujuh puluh yang telah pula memiliki keluarga. Dia pasti datang! Sekali lagi hati Tambuli berucap. Lalu sebuah ketukan dipintu. Tambuli ragu membuka. Sesosok bayang menerobos pekat malam baru saja tertangkap ujung matanya, bergerak mendekat ke arah jendela kamarnya. (Tambuli, Perempuan yang Berdiri di Muka Jendela karya Denny Prabowo)
Banyak pengarang berkeberatan dengan penutup yang manis karena sepertinya bertentangan dengan kehidupan sehari-hari, yang akan terus berlangsung saat sebuah peristiwa sudah “berakhir”, dan pantulan peristiwa itu akan terulang kembali dalam berbagai pengalaman baru. Teknik penutup cerita yang terbuka adalah solusinya. Tutuplah cerita saat aksi masih sedang berlangsung. Banyak yang telah dikemukakan tentang pembuka in medias res (di tengah narasi atau plot), tetapi Anda juga bisa keluar di tengah-tengah sebuah kejadian. Dalam cerita di atas, seorang perempuan bernama Tambuli tengah menanti seseorang di suatu senja. Seorang itulah yang akan menolongnya dari keterhimpitan situasi pernikahannya yang dipaksakan oleh keluarganya. Tambuli yang berbadan dua kehilangan pertanggungjawaban dari laki-laki yang telah mengambil kehormatannya. Seseorang yang dinantinyalah yang akhirnya bersedia bertanggung jawab. Di tengah-tengah harapan dalam penantiannya, Tambuli mendengar dan mendapati kedatangan seseorang dari jendela kamarnya. Tetapi, pengarang dengan pasti menutup ceritanya dengan terbuka. Pembaca diserahi keputusan untuk menduga-duga siapa yang datang, apakah memang seseorang yang tengah dinanti Tambuli ataukah orang lain yang akan menggagalkan rencana untuk lari dari pernikahan paksanya. Pembaca dibuat penasaran dengan akhir cerita seperti ini tapi memang menarik.
***
Demikianlah beberapa teknik penutup cerita yang bisa kamu coba. Penutup cerita merupakan salah satu elemen yang akan menentukan, apakah sebuah cerita akan selalu diingat oleh pembaca atau akan segera dilupakan. Penutup cerita adalah kesan terakhir, maka buatlah pembaca selalu mengingat ceritamu. Selamat mencoba!

0 komentar:

Posting Komentar

Video Pelatihan